Latar
Belakang
Banyak orang berharap bahwa tujuan
daripada orang yang menikah ialah mendapatkan anak, dengan harapan mereka dapat
meneruskan garis keturunan mereka. Saat ini kita jarang sekali menemukan
psangan suami istri yang hanya memiliki satu orang anak, umumnya pasangan suami
istri memiliki lebih dari satu anak. Berbagai alasan muncul sebagai penyebab
lahirnya saudara kandung, beberapa diantaranya adalah program pemerintah dengan
slogan “dua anak lebih baik”, mitos “banyak anak banyak rezeki”, dan yang
terakhir agar kelak bila pasangan suami istri itu meninggal, anak mereka masih
memiliki saudara kandung jadi mereka tidak sendiri saat orang tua mereka telah
tiada. Namun sayangnya para orang tua kurang menyadari akibat dari adanya
saudara kandung dan hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan bila anak memiliki
saudara kandung. Namun, hal yang menarik adalah bagaimana sang ibu menjaga
kerukunan antar saudara kandung tersebut. Anak pertama yang didominasi oleh
menguasai sementara si adik memiliki daya saing yang cukup kuat.
Dalam hal ini, orang tua harus memperhatikan
kepribadian anak-anaknya terutama pada anak pertama karena ia sempat menjadi anak
tunggal, dimana perhatian dan kasih sayang berpusat hanya kepadanya. Orang tua
harus melihat bagaimana reaksi-reaksi yang mungkin muncul pada anak pertama
ketika ia memiliki seorang adik. Dalam hal ini akan timbul rasa persaingan
dalam diri anak terhadap saudara kandungnya atau dalam psikologi disebut sibling rivalry. Hal rasa persaingan
yang akan muncul pertama kali pada anak pertama karena pada perhatian yang dulu
hanya pada dirinya sekarang harus dibagi oleh saudaranya sendiri, dalam hal ini
tentu anak pertama akan muncul perasaan cemburu akan perhatian orang tuanya.
Rasa cemburu anak bisa kita lihat dari tingkah laku mereka. Jika rasa itu
dibiarkan saja, maka tidak menutup kemungkinan mereka akan kurang dapat hidup
bahagia secara psikologis karena ia merasa terancam dengan hadirnya saudara
kandungnya. Dikhawatirkan anak tidak Diharapkan dalam penulisan ini, para orang
tua dapat lebih memerhatikan kepribadian dari anak-anaknya dan menjaga
kerukunan antara hubungan saudara kandung tersebut
Pembahasan
Ketika seorang laki-laki dan wanita mernikah, mereka
pasti menginginkan serang anak demi menambah garis keturunan. Dalam hal ini,
sepasang suami-istri tersebut biasanya tidak hanya menginginkan hanya satu
anak. Dengan berbagai pertimbangan, kita sering menjumpai sebuah keluarga
dimana memiliki lebih dari dua anak. Tapi sayangnya, saat ini masih banyak
pasangan suami istri yang sering melewatkan dampak psikologis anak mereka.
Saat anak pertama lahir, maka semua perhatian dan
cinta akan tercurahkan kepada anak tersebut. Semua hal-hal yang terbaik akan
diberi kan oleh anak tersebut, si anak akan merasa dirinya yang menjadi nomor
satu. Hal ini akan menimbulkan sifat manja di diri anak tunggal tersebut. Akan
tetapi, ketika ia memiliki saudara kandung maka secara otomatis perhatian yang
ia dapat harus terbagi dengan saudara kandungnya. Hal ini akan menimbulkan
sebuah peristiwa yang dramatis akan mengubah situasi dan cara pandang anak
terhadap dunia. Dalam hal ini, orang tua perlu memerhatikan jarak umur antara
kedua anak. Jika anak sulung berumur tiga tahun atau lebih saat adiknya lahir,
mereka akan menggabungkan peristiwa ini ke dalam gaya hidup mereka sebelumnya
yang telah terbentuk. Jika si anak sulung berusia kurang dari tiga tahun maka
permusuhan dan kemarahan mereka sebagian besar terjadi secara tidak sadar, yang
membuat sikap-sikap ini akan sulit diubah di kehidupan selanjutnya. Para orang
tua juga harus peka mengenai gaya hidup anak sulungnya. Jika mereka telah telah
membentuk gaya hidup yang bisa bekerja sama maka ia akan memakai sikapnya
tersebut kepada adiknya. Namun, apabila mereka telah membentuk gaya hidup yang
berpusat kepada dirinya sendiri (self-centered)
maka kemungkinan besar mereka akan merasakan kemarahan, permusuhan dan
persaingan kepada bayi yang baru lahir. Dalam dunia psikologi, rasa persaingan
kepada saudara sendiri disebut dengan sibling
rivalry.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
persaingan adalah usaha memperlihatkan keunggulan masing-masing yang dilakukan
oleh perseorangan. Kata dasar dari persaingan adalah saing, hal ini menurut
KBBI yang berarti adalah berlomba (atas-mengatasi, dahulu-mendahului). Selain
itu, meurut KBBI, saudara adalah:
1 orang yang seibu
seayah (atau hanya seibu atau seayah saja); adik atau kakak
2 orang yang bertalian
keluarga; sanak
3 orang yang segolongan
(sepaham, seagama, sederajat, dsb); kawan; teman
4 sapaan kepada orang yang
diajak berbicara (pengganti orang kedua)
5 segala sesuatu yang
hampir serupa (sejenis dsb)
6 tembuni
Dalam pembahasan ini kita hanya mengambil arti dari
saudara nomor 1. Hal ini dikarenakan akan berhubungan dengan apa yang akan
dibahas dalam makalah ini. Setelah menemukan arti dari kata persaingan dan
saudara, maka dapat disimpulkan bahwa persaingan saudara adalah usaha memperlihatkan
keunggulan kepada adik atau kakak, dalam hal ini mereka berlomba saling dahulu
mendahului adik atau kakaknya. Pengertian sibling
rivalry menurut Shaffer (2002) adalah suatu kompetisi, kecemburuan, dan
kebencian antara saudara kandung yang seringkali muncul saat hadirnya saudara
yang lebih muda. Sedangkan menurut kamus kedokteran Dorland (2008) Sibling rivalry adalah kompetisi antara
saudara kandung untuk mendapatkan cinta kasih, afeksi dan perhatian dari satu
kedua orang tuanya, atau untuk mendapatkan pengakuan atau suatu yang lebih.
Sementara itu menurut Schaefer dan Millman (1981) sibling rivalry adalah menunjuk kepada persaingan, kecemburuan, dan
kemarahan antar saudara kandung baik laki-laki maupun perempuan
Persaingan antar saudara umunya terjadi pada anak
pertama yang jarak umurnya tidak terlalu jauh dengan anak yang kedua (1-3
tahun). Menurut Adler, pertengkaran anak-anak berdasarkan usaha bawah sadar
untuk mendapatkan kekuasaan.
Tapi, ketika ia memiliki seorang adik, otomatis
perhatian yang awalnya semua ke anak tunggal tadi harus terbagi kepada adiknya.
Hal ini akan menimbulkan kecemburuan. Karen Horney, seorang tokoh psikoanalisis
sosial mengungkapkan bahwa dalam hal ini, anak akan merasa kebutuhan mereka
tidak terpenuhi, maka pada hal ini anak akan menimbulkan permusuhan dasar.
Tapi, biasanya anak jarang mengungkapkan kemarahan mereka karena takut akan
reaksi dari orang tua apabila mereka mengeluarkannya. Rasa permusuhan tadi
akhirnya ditekan oleh sang anak sehingga akan muncul rasa cemas, dalam hal ini
akan muncul kecemasan dasar. Permusuhan dan kecemasan dasar diyakini Horney
saling berkaitan satu sama lain dan tidak menjadi masalah apakah kecemasan
dasar yang akan muncul ataukah permusuhan dasar yang akan muncul pertama.
Dalam hal ini orang tua harus mengerti betul
bagaimana kepribadian anak pertama. Anak pertama harus diberi penjelasan
mengenai perhatian, cinta dan kasih sayang yang akan dia dapatkan tidaklah sama
apabila ada saudara kandungnya yang lahir. Apabila si anak masih tidak menerima
penjelasan tersebut, maka ia akan melakukan berbagai cara agar mendapat
perhatian itu kembali. Salah satunya adalah dengan bertingkah laku seperti
tahap perkembangan sebelumnya
Contoh: Seorang anak yang memiliki seorang adik.
Karena tidak terima orang tuanya membagi perhatian kepada adiknya, maka anak
sulung tersebut mengompol demi mendapat perhatian orang tuanya.
Contoh diatas merupakan salah satu bentuk mekanisme
pertahanan diri milik Sigmund Freud, seorang tokoh psikoanalisa. Freud
mengkatagorikan mekanisme pertahanan diri tersebut sebagai regresi. Regresi
ialah kemunduran dari tahapan perkembangan individu. Cara ini menunjukkan
kecemasan pada anak sulung terhadap perhatian orang tuanya. Namun sayangnya,
banyak orang tua yang tidak mengerti maksud yang diinginkan anak pertamanya
Tidak hanya kembali pada masa perkembangan
sebelumnya, anak pertama juga mungkin akan melakukan hal-hal yang baik terhadap
adiknya. Hal ini semata untuk mendapatkan penerimaan diri dan juga ingin
mendapatkan kasih sayang dari orang tua. Menurut Horney, dalam hal ini anak
memiliki kebutuhan neurotik akan kasih sayang dan penerimaan diri
Peran orang tua dalam meminimalisir rasa bersaing
terhadap saudara sangat penting. Orang tua harus peka terhadap perubahan
psikologis maupun sikap dari sang anak. Hal yang sering terjadi adalah ketika
orang tua menyuruh sang anak (A) untuk membantu ibunya dalam waktu yang
bersamaan A berada dalam kondisi lelah. Hal ini justru menimbulkan kesan
“Mengapa harus saya/saya terus yang harus melakukan ini?” Apabila hal ini tidak
dirasakan oleh orang tua dan dibiarkan
terus menerus maka akan terjadi perselisihan antara anak dan orang tua.
Melihat kondisi anak dan membiarakannya baik-baik bisa menjadi solusi
alternatif dalam memecahkan perselisihan tersebut. Pengaruh dari adanya sibling rivalry adalah meningkatnya
agresi. Agresi adalah tingkah laku yang bertujuan untuk menyakiti makhluk hidup
yang tidak menghendaki diperlakukan demikian (Baron, Branscombe, Byrne,
2008:338). Agresi terbagi menjadi 2, yaitu agresi instrumental (instrumental aggression) yaitu agresi
yang ditujukan untuk pencapaian suatu tujuan. Selain agresi instrumental,
terdapat agresi permusuhan (hostile
aggression) yaitu agresi yang ditujukan untuk menyakiti target agresi yang
seringkali berbentuk relasional (sosial) daripada terbuka (fisik). Maka tidak
jarang kita sering menemukan saudara sekandung yang suka berkelahi
Pada anak pertama cenderung memiliki perasaan
berkuasa dan superioritas yang kuat, kecemasan tinggi, serta kecenderungan
untuk over protektif. Anak pertama akan menunjukkan persona kepada orang-orang
sebagai diri yang kuat. Persona adalah topeng yang ditunjukkan kepada
orang-orang. Ia memakai persona sebagai diri yang kuat karena adanya tuntutan
dari lingkungannya. Sebagai orang yang selalu mengawasi anak-anaknya, orang tua
harus jeli melihat persona yang ditunjukkan dengan kepribadian aslinya.
Untuk anak kedua memiliki daya saing yang cukup
kuat, karena dalam dirinya ia harus ‘mengalahkan’ anak pertama. Pada anak kedua,
dia akan terus dibayangi oleh kakaknya. Jika kakaknya menunjukkan rasa
permusuhan, anak kedua akan cenderung memiliki sikap inferior (tidak berdaya).
Mendengarkan isi hati mereka terutama anak pertama dirasa perlu, orang tua dan
anak akan dapat bertukar pikiran sehingga kita dapat mengetahui apa yang
dirasakan oleh anak dan apa yang harus kita lakukan agar mengurangi tingkat
kecemasan dan rasa cemburu pada anak.
Saudara sekandung memengaruhi perkembangan gender
satu sama lain. Sebuah penelitian longitudinal selama 3 tahun terhadap 198
saudara sekandung, anak kedua cenderung menjadi lebih mirip dengan kakaknya
dalam sikap yang berkaitan dengan gender, kepribadian, dan kegiatan waktu
luang. Anak pertama lebh dipengaruhi oleh orang tua dan kurang dipengaruhi oleh
adiknya (McHale, Updegraff, Helms-Erikson, dan Crouter, 2001).
Saudara sekandung saling memengaruhi, tidak hanya
secara langsung melalui interaksi tapi juga secara tidak langsung melalui
dampak mereka pada hubungan masing-masing dengan orang tua. Secara spesifik,
pengalaman orang tua dengan saudara sekandung yang lebih tua memengaruhi
pengharapan dan perlakuan mereka kepada yang lebih muda (Brody, 2004). Pola
perilaku juga yang perlu dibangun dengan orang tua cenderung “meluber” pada
perilaku anak dengan saudara sekandung (Brody. Stoneman, dan Gauger, 1996).
Kesimpulan
Banyak hal yang perlu diperhatikan
bila ingin memiliki keturunan lebih dari satu anak. Selain ekonomi, diperlukan
pengetahuan psikologis mengenai dampak dari adanya saudara kandung. Semakin
para orang tua memiliki wawasan yang baik terhadap adanya dampak dari saudara
kandung, maka diharapkan akan dapat meminimalisir rasa persaingan antar saudara
kandung (sibling rivalry). Orang tua
sebagai mediator dan tidak memihak kepada salah satu anak juga dapat menjadi
solusi untuk meminimalisir rasa persaingan antara anak pertama dengan anak yang
lainnya.
Diperlukan pendekatan agar anak
pertama mau menerima kehadiran saudara kandungnya. Terlalu cepat memarahi anak
karena ia melakukan sesuatu yang ia harusnya lakukan pada sebelum masa
perkembangannya dirasa kurang tepat, para orang tua harus mengetahui penyebab
mereka melakukan tindakan tersebut
Rasa cemburu dalam diri anak
pertama dapat diredakan apabila adanya penjelasan yang baik dari orang tua.
Meskipun tidak dapat langsung hilang rasa cemburu itu, setidaknya ada
pengurangan rasa cemburu sehingga anak tersebut tidak merasakan cemburu lagi.
Orang tua yang harus mendekatkan antara anak pertama dan kedua juga harus
memerhatikan sisi psikologis dari anak pertama. Mendengarkan isi hati mereka
merupakan salah satu cara agar dapat menjalin hubungan baik dengan adiknya.
Saran
Dalam hal ini, peran orang tua
sangat penting dalam melihat perkembangan psikologis anak dalam fenomena sibling rivalry tersebut. Memihak pada
salah satu anak dan membanding-bandingkan antar saudara merupakan salah satu
hal yang harus dihindari dalam mencegah kecemburuan pada saudara kandungnya.
Ketenangan emosi orang tua juga sangat perlu disadari agar tidak membawa masalah
lain dan agar anak tetap patuh dan hormat kepada orang tua mereka.
Daftar
Pustaka
Feist,
Jess & Feist, Georgory J. (2014). Teori Kepribadian, Theories of Personality. Jakarta:Salemba Humanika
Papalia,
Diana E, Olds & Feldman, Ruth Duskin. Perkembangan Manusia, Human Development. Jakarta:Salemba
Humanika