Jumat, 03 Juli 2015

Pengaruh Psikologis dalam Sibling Rivalry pada Anak



Latar Belakang

Banyak orang berharap bahwa tujuan daripada orang yang menikah ialah mendapatkan anak, dengan harapan mereka dapat meneruskan garis keturunan mereka. Saat ini kita jarang sekali menemukan psangan suami istri yang hanya memiliki satu orang anak, umumnya pasangan suami istri memiliki lebih dari satu anak. Berbagai alasan muncul sebagai penyebab lahirnya saudara kandung, beberapa diantaranya adalah program pemerintah dengan slogan “dua anak lebih baik”, mitos “banyak anak banyak rezeki”, dan yang terakhir agar kelak bila pasangan suami istri itu meninggal, anak mereka masih memiliki saudara kandung jadi mereka tidak sendiri saat orang tua mereka telah tiada. Namun sayangnya para orang tua kurang menyadari akibat dari adanya saudara kandung dan hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan bila anak memiliki saudara kandung. Namun, hal yang menarik adalah bagaimana sang ibu menjaga kerukunan antar saudara kandung tersebut. Anak pertama yang didominasi oleh menguasai sementara si adik memiliki daya saing yang cukup kuat.

Dalam hal ini, orang tua harus memperhatikan kepribadian anak-anaknya terutama pada anak pertama karena ia sempat menjadi anak tunggal, dimana perhatian dan kasih sayang berpusat hanya kepadanya. Orang tua harus melihat bagaimana reaksi-reaksi yang mungkin muncul pada anak pertama ketika ia memiliki seorang adik. Dalam hal ini akan timbul rasa persaingan dalam diri anak terhadap saudara kandungnya atau dalam psikologi disebut sibling rivalry. Hal rasa persaingan yang akan muncul pertama kali pada anak pertama karena pada perhatian yang dulu hanya pada dirinya sekarang harus dibagi oleh saudaranya sendiri, dalam hal ini tentu anak pertama akan muncul perasaan cemburu akan perhatian orang tuanya. Rasa cemburu anak bisa kita lihat dari tingkah laku mereka. Jika rasa itu dibiarkan saja, maka tidak menutup kemungkinan mereka akan kurang dapat hidup bahagia secara psikologis karena ia merasa terancam dengan hadirnya saudara kandungnya. Dikhawatirkan anak tidak Diharapkan dalam penulisan ini, para orang tua dapat lebih memerhatikan kepribadian dari anak-anaknya dan menjaga kerukunan antara hubungan saudara kandung tersebut



Pembahasan
Ketika seorang laki-laki dan wanita mernikah, mereka pasti menginginkan serang anak demi menambah garis keturunan. Dalam hal ini, sepasang suami-istri tersebut biasanya tidak hanya menginginkan hanya satu anak. Dengan berbagai pertimbangan, kita sering menjumpai sebuah keluarga dimana memiliki lebih dari dua anak. Tapi sayangnya, saat ini masih banyak pasangan suami istri yang sering melewatkan dampak psikologis anak mereka.

Saat anak pertama lahir, maka semua perhatian dan cinta akan tercurahkan kepada anak tersebut. Semua hal-hal yang terbaik akan diberi kan oleh anak tersebut, si anak akan merasa dirinya yang menjadi nomor satu. Hal ini akan menimbulkan sifat manja di diri anak tunggal tersebut. Akan tetapi, ketika ia memiliki saudara kandung maka secara otomatis perhatian yang ia dapat harus terbagi dengan saudara kandungnya. Hal ini akan menimbulkan sebuah peristiwa yang dramatis akan mengubah situasi dan cara pandang anak terhadap dunia. Dalam hal ini, orang tua perlu memerhatikan jarak umur antara kedua anak. Jika anak sulung berumur tiga tahun atau lebih saat adiknya lahir, mereka akan menggabungkan peristiwa ini ke dalam gaya hidup mereka sebelumnya yang telah terbentuk. Jika si anak sulung berusia kurang dari tiga tahun maka permusuhan dan kemarahan mereka sebagian besar terjadi secara tidak sadar, yang membuat sikap-sikap ini akan sulit diubah di kehidupan selanjutnya. Para orang tua juga harus peka mengenai gaya hidup anak sulungnya. Jika mereka telah telah membentuk gaya hidup yang bisa bekerja sama maka ia akan memakai sikapnya tersebut kepada adiknya. Namun, apabila mereka telah membentuk gaya hidup yang berpusat kepada dirinya sendiri (self-centered) maka kemungkinan besar mereka akan merasakan kemarahan, permusuhan dan persaingan kepada bayi yang baru lahir. Dalam dunia psikologi, rasa persaingan kepada saudara sendiri disebut dengan sibling rivalry

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) persaingan adalah usaha memperlihatkan keunggulan masing-masing yang dilakukan oleh perseorangan. Kata dasar dari persaingan adalah saing, hal ini menurut KBBI yang berarti adalah berlomba (atas-mengatasi, dahulu-mendahului). Selain itu, meurut KBBI, saudara adalah:
1 orang yang seibu seayah (atau hanya seibu atau seayah saja); adik atau kakak
2 orang yang bertalian keluarga; sanak
3 orang yang segolongan (sepaham, seagama, sederajat, dsb); kawan; teman
4 sapaan kepada orang yang diajak berbicara (pengganti orang kedua)
5 segala sesuatu yang hampir serupa (sejenis dsb)
6 tembuni

Dalam pembahasan ini kita hanya mengambil arti dari saudara nomor 1. Hal ini dikarenakan akan berhubungan dengan apa yang akan dibahas dalam makalah ini. Setelah menemukan arti dari kata persaingan dan saudara, maka dapat disimpulkan bahwa persaingan saudara adalah usaha memperlihatkan keunggulan kepada adik atau kakak, dalam hal ini mereka berlomba saling dahulu mendahului adik atau kakaknya. Pengertian sibling rivalry menurut Shaffer (2002) adalah suatu kompetisi, kecemburuan, dan kebencian antara saudara kandung yang seringkali muncul saat hadirnya saudara yang lebih muda. Sedangkan menurut kamus kedokteran Dorland (2008) Sibling rivalry adalah kompetisi antara saudara kandung untuk mendapatkan cinta kasih, afeksi dan perhatian dari satu kedua orang tuanya, atau untuk mendapatkan pengakuan atau suatu yang lebih. Sementara itu menurut Schaefer dan Millman (1981) sibling rivalry adalah menunjuk kepada persaingan, kecemburuan, dan kemarahan antar saudara kandung baik laki-laki maupun perempuan 

Persaingan antar saudara umunya terjadi pada anak pertama yang jarak umurnya tidak terlalu jauh dengan anak yang kedua (1-3 tahun). Menurut Adler, pertengkaran anak-anak berdasarkan usaha bawah sadar untuk mendapatkan kekuasaan.

 

Tapi, ketika ia memiliki seorang adik, otomatis perhatian yang awalnya semua ke anak tunggal tadi harus terbagi kepada adiknya. Hal ini akan menimbulkan kecemburuan. Karen Horney, seorang tokoh psikoanalisis sosial mengungkapkan bahwa dalam hal ini, anak akan merasa kebutuhan mereka tidak terpenuhi, maka pada hal ini anak akan menimbulkan permusuhan dasar. Tapi, biasanya anak jarang mengungkapkan kemarahan mereka karena takut akan reaksi dari orang tua apabila mereka mengeluarkannya. Rasa permusuhan tadi akhirnya ditekan oleh sang anak sehingga akan muncul rasa cemas, dalam hal ini akan muncul kecemasan dasar. Permusuhan dan kecemasan dasar diyakini Horney saling berkaitan satu sama lain dan tidak menjadi masalah apakah kecemasan dasar yang akan muncul ataukah permusuhan dasar yang akan muncul pertama.
Dalam hal ini orang tua harus mengerti betul bagaimana kepribadian anak pertama. Anak pertama harus diberi penjelasan mengenai perhatian, cinta dan kasih sayang yang akan dia dapatkan tidaklah sama apabila ada saudara kandungnya yang lahir. Apabila si anak masih tidak menerima penjelasan tersebut, maka ia akan melakukan berbagai cara agar mendapat perhatian itu kembali. Salah satunya adalah dengan bertingkah laku seperti tahap perkembangan sebelumnya


Contoh: Seorang anak yang memiliki seorang adik. Karena tidak terima orang tuanya membagi perhatian kepada adiknya, maka anak sulung tersebut mengompol demi mendapat perhatian orang tuanya.
Contoh diatas merupakan salah satu bentuk mekanisme pertahanan diri milik Sigmund Freud, seorang tokoh psikoanalisa. Freud mengkatagorikan mekanisme pertahanan diri tersebut sebagai regresi. Regresi ialah kemunduran dari tahapan perkembangan individu. Cara ini menunjukkan kecemasan pada anak sulung terhadap perhatian orang tuanya. Namun sayangnya, banyak orang tua yang tidak mengerti maksud yang diinginkan anak pertamanya

Tidak hanya kembali pada masa perkembangan sebelumnya, anak pertama juga mungkin akan melakukan hal-hal yang baik terhadap adiknya. Hal ini semata untuk mendapatkan penerimaan diri dan juga ingin mendapatkan kasih sayang dari orang tua. Menurut Horney, dalam hal ini anak memiliki kebutuhan neurotik akan kasih sayang dan penerimaan diri 


Peran orang tua dalam meminimalisir rasa bersaing terhadap saudara sangat penting. Orang tua harus peka terhadap perubahan psikologis maupun sikap dari sang anak. Hal yang sering terjadi adalah ketika orang tua menyuruh sang anak (A) untuk membantu ibunya dalam waktu yang bersamaan A berada dalam kondisi lelah. Hal ini justru menimbulkan kesan “Mengapa harus saya/saya terus yang harus melakukan ini?” Apabila hal ini tidak dirasakan oleh orang tua dan dibiarkan  terus menerus maka akan terjadi perselisihan antara anak dan orang tua. Melihat kondisi anak dan membiarakannya baik-baik bisa menjadi solusi alternatif dalam memecahkan perselisihan tersebut. Pengaruh dari adanya sibling rivalry adalah meningkatnya agresi. Agresi adalah tingkah laku yang bertujuan untuk menyakiti makhluk hidup yang tidak menghendaki diperlakukan demikian (Baron, Branscombe, Byrne, 2008:338). Agresi terbagi menjadi 2, yaitu agresi instrumental (instrumental aggression) yaitu agresi yang ditujukan untuk pencapaian suatu tujuan. Selain agresi instrumental, terdapat agresi permusuhan (hostile aggression) yaitu agresi yang ditujukan untuk menyakiti target agresi yang seringkali berbentuk relasional (sosial) daripada terbuka (fisik). Maka tidak jarang kita sering menemukan saudara sekandung yang suka berkelahi

Pada anak pertama cenderung memiliki perasaan berkuasa dan superioritas yang kuat, kecemasan tinggi, serta kecenderungan untuk over protektif. Anak pertama akan menunjukkan persona kepada orang-orang sebagai diri yang kuat. Persona adalah topeng yang ditunjukkan kepada orang-orang. Ia memakai persona sebagai diri yang kuat karena adanya tuntutan dari lingkungannya. Sebagai orang yang selalu mengawasi anak-anaknya, orang tua harus jeli melihat persona yang ditunjukkan dengan kepribadian aslinya. 

Untuk anak kedua memiliki daya saing yang cukup kuat, karena dalam dirinya ia harus ‘mengalahkan’ anak pertama. Pada anak kedua, dia akan terus dibayangi oleh kakaknya. Jika kakaknya menunjukkan rasa permusuhan, anak kedua akan cenderung memiliki sikap inferior (tidak berdaya). Mendengarkan isi hati mereka terutama anak pertama dirasa perlu, orang tua dan anak akan dapat bertukar pikiran sehingga kita dapat mengetahui apa yang dirasakan oleh anak dan apa yang harus kita lakukan agar mengurangi tingkat kecemasan dan rasa cemburu pada anak.

Saudara sekandung memengaruhi perkembangan gender satu sama lain. Sebuah penelitian longitudinal selama 3 tahun terhadap 198 saudara sekandung, anak kedua cenderung menjadi lebih mirip dengan kakaknya dalam sikap yang berkaitan dengan gender, kepribadian, dan kegiatan waktu luang. Anak pertama lebh dipengaruhi oleh orang tua dan kurang dipengaruhi oleh adiknya (McHale, Updegraff, Helms-Erikson, dan Crouter, 2001).

Saudara sekandung saling memengaruhi, tidak hanya secara langsung melalui interaksi tapi juga secara tidak langsung melalui dampak mereka pada hubungan masing-masing dengan orang tua. Secara spesifik, pengalaman orang tua dengan saudara sekandung yang lebih tua memengaruhi pengharapan dan perlakuan mereka kepada yang lebih muda (Brody, 2004). Pola perilaku juga yang perlu dibangun dengan orang tua cenderung “meluber” pada perilaku anak dengan saudara sekandung (Brody. Stoneman, dan Gauger, 1996).



Kesimpulan
Banyak hal yang perlu diperhatikan bila ingin memiliki keturunan lebih dari satu anak. Selain ekonomi, diperlukan pengetahuan psikologis mengenai dampak dari adanya saudara kandung. Semakin para orang tua memiliki wawasan yang baik terhadap adanya dampak dari saudara kandung, maka diharapkan akan dapat meminimalisir rasa persaingan antar saudara kandung (sibling rivalry). Orang tua sebagai mediator dan tidak memihak kepada salah satu anak juga dapat menjadi solusi untuk meminimalisir rasa persaingan antara anak pertama dengan anak yang lainnya. 

Diperlukan pendekatan agar anak pertama mau menerima kehadiran saudara kandungnya. Terlalu cepat memarahi anak karena ia melakukan sesuatu yang ia harusnya lakukan pada sebelum masa perkembangannya dirasa kurang tepat, para orang tua harus mengetahui penyebab mereka melakukan tindakan tersebut

Rasa cemburu dalam diri anak pertama dapat diredakan apabila adanya penjelasan yang baik dari orang tua. Meskipun tidak dapat langsung hilang rasa cemburu itu, setidaknya ada pengurangan rasa cemburu sehingga anak tersebut tidak merasakan cemburu lagi. Orang tua yang harus mendekatkan antara anak pertama dan kedua juga harus memerhatikan sisi psikologis dari anak pertama. Mendengarkan isi hati mereka merupakan salah satu cara agar dapat menjalin hubungan baik dengan adiknya.

Saran
Dalam hal ini, peran orang tua sangat penting dalam melihat perkembangan psikologis anak dalam fenomena sibling rivalry tersebut. Memihak pada salah satu anak dan membanding-bandingkan antar saudara merupakan salah satu hal yang harus dihindari dalam mencegah kecemburuan pada saudara kandungnya. Ketenangan emosi orang tua juga sangat perlu disadari agar tidak membawa masalah lain dan agar anak tetap patuh dan hormat kepada orang tua mereka.



Daftar Pustaka
Feist, Jess & Feist, Georgory J. (2014). Teori Kepribadian, Theories of Personality. Jakarta:Salemba Humanika
Papalia, Diana E, Olds & Feldman, Ruth Duskin. Perkembangan Manusia, Human Development. Jakarta:Salemba Humanika